KI JAFAR
Pertempuran di Muara Cisiih: Antara Dendam dan Air Mata
Sebuah Kisah Heroik dari Tanah Banten yang Terkubur dalam Senyap
Tahun 1888, tanah Banten berguncang. Geger Cilegon meletus, bukan hanya sebagai pemberontakan, tapi sebagai jeritan panjang rakyat yang muak ditindas penjajahan Belanda. Di tengah amukan sejarah itu, nama Ki Jafar muncul—seorang ulama muda, pewaris ilmu silat, dan murid setia Ki Wasyid.
Ketika pasukan perlawanan dihancurkan dan para tokoh utama ditangkap atau gugur, Ki Jafar memimpin sisa-sisa harapan. Bersama para pengikutnya dan seorang pemuda pemberani bernama Arja, mereka menyingkir ke hutan, menempuh pelarian panjang yang penuh bahaya. Hutan menjadi rumah dan medan tempur: pengkhianat mengintai, penyamun menguji iman, dan pasukan Belanda memburu tanpa henti.
Namun mereka tak menyerah. Tekad mereka mengeras menjadi dendam yang suci. Pelarian pun berujung pada satu titik: Muara Cisiih—sebuah tempat terpencil di mana pertempuran terakhir pecah dengan hebat. Di sanalah air sungai bersatu dengan darah para syuhada. Ki Wasyid gugur sebagai martir. Ki Jafar nyaris binasa. Tapi dari reruntuhan perlawanan itu, bara perjuangan tak padam—ia berpindah dari tubuh ke tubuh, dari zaman ke zaman.
Novel ini bukan sekadar kisah kepahlawanan.
Ia adalah suara masa lalu yang menolak dilupakan.
Ia adalah luka sejarah yang menjelma menjadi kehidupan baru.
Berdasarkan kisah nyata, disusun dari serpihan sejarah lisan, jejak perjuangan yang disembunyikan, dan semangat rakyat yang tak pernah padam, novel ini membawa Anda menelusuri sisi gelap dan terang dari perlawanan Banten yang kerap diabaikan.
"Darah harus dibalas darah. Jika bukan sekarang, maka suatu hari nanti."
— Ki Jafar
Bacalah. Ingatlah. Karena mereka pernah berdiri untuk kita.
KI JAFAR
Pertempuran di Muara Cisiih: Antara Dendam dan Air Mata
Judul Buku:
Ki Jafar - Pertempuran di Muara Cisiih : Antara Dendam dan Air Mata
Penulis:
Tubagus Irwan Nardi
Editor:
Ermanno Graffinya
Murajaah Isi:
Bambang Irawan
Desain & Tata Letak:
Ermanno Graffinya
Cetakan Pertama:
Juli 2025
Penerbit:
PT. Graffinya Design Crafting
Website: www.graffinyadesigncrafting.site
Email: graffinyadesigncrafting@gmail.com
Spesifikasi Buku:
Tebal : xi, 198 halaman
Ukuran : 12.8 cm x 18.2 cm
QRBCN : 62-6487-7685-167
ISBN : 978-634-04-1694-7
Abah Guru Tubagus Irwan Nardi (Medan, 17 Mei 1969 – Cilegon, 14 Agustus 2025) adalah Guru Besar Cimande Maung Banten yang mengabdikan hidupnya untuk mengajarkan silat, adab, dan nilai spiritual kepada murid-muridnya. Namun, jejak beliau tidak berhenti di gelanggang. Ia juga menorehkan warisan tulisan yang menjadi peneguh jati diri perguruan.
Karya besarnya, “Ki Jafar Pertempuran di Muara Cisiih: Antara Dendam dan Air Mata”, memang ditulis dalam bentuk novel perjalanan. Namun, buku itu bukan sekadar bacaan. Ia seolah menjelma menjadi kitab yang menjadi dasar sejarah cikal bakal, yang menyingkap dari mana ilmu silat Abah Guru berasal.
Tokoh sentral dalam novel itu adalah Ki Jafar, leluhur Abah Guru, yang gugur sebagai salah satu pejuang Geger Cilegon 1888 dalam pertempuran terakhir di muara Sungai Cisiih, bersama Haji Wasyid dan Arja. Dari darah dan pengorbanan leluhur itulah, mengalir ruh perjuangan yang kemudian hidup kembali dalam setiap jurus Cimande Maung Banten.
Dengan menuliskan kisah ini, Abah Guru meneguhkan bahwa silat bukan sekadar gerak tubuh, melainkan warisan jihad, spiritualitas, dan sejarah panjang yang berakar dari pengorbanan para syuhada Banten.
Kini, Abah Guru telah berpulang di usia 56 tahun. Namun, warisan beliau tetap menyala: ilmu silat yang membentuk jiwa murid-muridnya, serta novel yang menjelma menjadi kitab dasar sejarah cikal bakal perguruan Cimande Maung Banten.
Selamat jalan, Abah Guru.
Nama dan ajaranmu akan tetap hidup dalam setiap jurus, setiap doa, dan setiap ingatan tentang leluhur yang engkau abadikan.
Al Faatihah...
Ermanno Graffinya
Pimpinan Penerbit
PT. Graffinya Design Crafting